Bali, sebuah pulau yang indah di kepulauan Indonesia, terkenal dengan garis pantainya yang luar biasa, lanskap yang beragam, dan warisan budayanya yang indah, telah menjadi pusat pariwisata dunia selama beberapa dekade terakhir. Meskipun masuknya wisatawan telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi di pulau ini, fenomena ‘overtourism’ dan gentrifikasi yang berikutnya di Bali telah menjadi terlalu berlebihan dalam beberapa tahun terakhir. Artikel ini bertujuan untuk secara kritis menilai implikasi besar dari gentrifikasi akibat overtourism terhadap keberlanjutan lingkungan Bali, integritas sosial-budaya, serta penghidupan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Overtourism: Pedang Bermata Dua bagi Ekonomi Bali
Awalnya, pertumbuhan eksponensial jumlah wisatawan ke Bali menghasilkan pendapatan yang substansial bagi bisnis dan membantu mendukung pertumbuhan berbagai industri dan kesempatan kerja, terutama di sektor perhotelan dan jasa. Namun, lonjakan yang begitu cepat ini juga telah menciptakan tekanan yang signifikan, yang ditunjukkan dengan kerumunan di tempat-tempat wisata populer, kemacetan di berbagai wilayah yang padat wisatawan, pengurasan sumber daya alam, dan memburuknya kualitas ruang dan layanan publik.
Pembangunan perkotaan yang tidak berkelanjutan yang didorong oleh permintaan industri pariwisata, ditambah dengan kapasitas terbatas infrastruktur, telah memunculkan gentrifikasi. Sementara hotel, vila, resor dan restoran mewah terus bermunculan, pilihan perumahan yang berkelanjutan dan terjangkau bagi penduduk lokal Bali semakin langka, sehingga memperbesar kesenjangan antara orang kaya dan miskin dalam masyarakat.
Dampak Gentrifikasi pada Lingkungan Bali
Gentrifikasi yang ditimbulkan oleh overtourism telah menimbulkan efek domino pada lingkungan Bali dalam beberapa hal. Misalnya, pembangunan hotel dan resor secara langsung telah menyebabkan hilangnya lahan pertanian dan degradasi ekosistem. Penurunan kesuburan tanah di daerah yang lebih subur, yang diperparah oleh ekstraksi air yang berlebihan dan penggunaan pupuk kimia yang luas, telah memperparah disintegrasi produktivitas pertanian di pulau ini.
Pengelolaan limbah merupakan masalah penting lain yang dihadapi Bali sebagai akibat dari overtourism. Volume sampah padat yang semakin bertambah, termasuk limbah plastik yang dihasilkan oleh para wisatawan, telah menjadi masalah yang semakin sulit diatasi di pulau ini. Pantai yang dipenuhi sampah, sungai yang tercemar, dan tempat pembuangan akhir yang penuh adalah pengingat keras tentang bagaimana dampak overtourism dan gentrifikasi sedang merusak lingkungan Bali.
Tidak diragukan lagi, gelombang gentrifikasi secara signifikan mengancam keseimbangan ekologi di seluruh pulau. Meskipun upaya telah dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah dan organisasi untuk mengatasi masalah ini dengan mempromosikan praktik ramah lingkungan dan memfasilitasi proyek pembersihan limbah, lebih banyak lagi yang perlu dilakukan untuk mengurangi konsekuensi lingkungan dari gentrifikasi yang berlebihan.
Baca Juga: Mengenal Fase-Fase Pengembangan Destinasi Melalui Tourist Area Life Cycle (TALC)
Dampak Sosial-Budaya dari Gentrifikasi
Integritas budaya Bali adalah aspek yang tak tergantikan dari daya tariknya bagi para wisatawan. Namun, gentrifikasi akibat overtourism secara tidak sengaja telah mengakibatkan pengikisan gaya hidup tradisional Bali. Masuknya bisnis dan investor asing, bersama dengan komodifikasi budaya lokal, telah menyebabkan perpindahan dan marginalisasi komunitas lokal.
Selain itu, kehadiran bisnis asing yang semakin meningkat di lokasi wisata utama telah mendorong harga tanah dan perumahan mencapai level yang belum pernah terjadi sebelumnya. Akibatnya, banyak penduduk lokal tidak lagi mampu tinggal di daerah ini dan terpaksa pindah ke lokasi pinggiran kota yang terpencil dan kurang terhubung dengan tempat kerja mereka, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.
Biaya hidup yang melambung juga telah mendorong sebagian orang Bali untuk mengandalkan praktik yang eksploitatif atau tidak berkelanjutan untuk meningkatkan penghasilan mereka. Misalnya, beberapa pemilik tanah telah menjual tanah mereka kepada pengembang untuk keuntungan cepat, yang mengakibatkan kerusakan pada pertanian atau area hutan. Secara bersamaan, praktik dan adat tradisional sering dikomersialisasi untuk memenuhi kepentingan wisatawan, sehingga arti aslinya perlu dipulihkan atau diperbaiki.
Memperkuat Upaya Pariwisata Berkelanjutan
Meningkatkan langkah-langkah pariwisata yang berkelanjutan di Bali memerlukan pendekatan multifaset yang menciptakan model pariwisata yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Tantangan utamanya adalah menemukan keseimbangan antara memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dan melestarikan atribut budaya dan lingkungan Bali yang unik.
Pertama-tama, regulasi dan kebijakan pemerintah harus diperkuat untuk meningkatkan keberlanjutan proyek-proyek pembangunan terkait pariwisata. Ini dapat meliputi penerapan tindakan yang ketat untuk melindungi lahan pertanian, mempromosikan pengelolaan sampah yang berkelanjutan, dan memberikan edukasi kepada bisnis dan wisatawan mengenai praktik ramah lingkungan.
Solusi lain adalah mendorong investasi pada infrastruktur publik yang memberikan manfaat langsung bagi penduduk lokal. Ini termasuk meningkatkan kualitas layanan dan fasilitas publik yang esensial, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas hidup penduduk di pulau tersebut.
Selain itu, memfasilitasi kerja sama antara komunitas lokal, bisnis, dan wisatawan dapat mendukung pengembangan inisiatif pariwisata yang berkelanjutan. Misalnya, perusahaan yang dimiliki oleh masyarakat atau koperasi dapat didirikan, yang menawarkan pengalaman budaya otentik sambil juga memastikan bahwa hasil dari pariwisata memberikan manfaat bagi penduduk lokal.
By: S.Setiawan, Digital Marketing Specialist Wise Steps Group