Indonesia sedang mengambil langkah maju dalam upaya menarik wisatawan berkualitas serta meningkatkan persaingan di sektor pariwisata melalui implementasi program Golden Visa. Dengan Golden Visa, pemerintah mempermudah warga negara asing untuk berinvestasi di Indonesia dengan jangka waktu tinggal yang lebih panjang.
Perkenalan Golden Visa: Mendorong Investasi dan Pariwisata Berkualitas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, mengungkap bahwa pemerintah saat ini telah melakukan persiapan penerbitan golden visa sebagai fasilitas yang mempermudah warga negara asing (WNA) untuk berinvestasi di Indonesia. Dengan jangka waktu dari 5 hingga 10 tahun, golden visa milik Indonesia diharapkan dapat menarik wisatawan yang lumayan berkualitas karena disebutkan oleh Menteri Pariwisata sendiri bahwa akan ada persyaratan dari segi investasi, seperti kemampuan, prestasi atau capaian dalam riset, teknologi, dan bisnis yang akan dimulai di Indonesia. Sebagai catatan besar, Indonesia belum lama ini menerbitkan Second Home Visa di tahun 2022 dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada WNA untuk tinggal di Indonesia selama 5 – 10 tahun tanpa perpanjangan visa.
Koordinasi Antar Kementerian dalam Implementasi Golden Visa
Jika berbicara mengenai hal tersebut, tentu akan melibatkan koordinasi antar kementerian, seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menengahi kebijakan tentang keimigrasian. Mengutip dari Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Prof. Chandra Wijaya, M. Si., M.M. (fia.ui.ac.id) bahwa berdasarkan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Indonesia pada saat ini hanya mengenal empat jenis visa, yakni visa diplomatik, visa dinas, visa kunjungan, dan visa tinggal terbatas. Sedangkan terdapat 5 jenis izin tinggal bagi orang asing sesuai dengan visa yang dimilikinya, yakni izin tinggal diplomatik, izin tinggal dinas, izin tinggal kunjungan, izin tinggal terbatas, dan izin tinggal tetap.
Beberapa negara yang telah mengimplementasikan golden visa adalah Malaysia dengan nama Malaysia Premium Visa Programme (PVIP). Orang asing dapat berinvestasi di Malaysia dan tinggal di sana selama 20 tahun dengan opsi perpanjangan selama 20 tahun juga (mypvip.com). Persyaratan bagi orang asing yang mendaftar PVIP adalah sebagai berikut:
- Investasi – Melakukan deposit di bank lokal sebesar RM 1,000,000 atau IDR 3 miliar tanpa boleh melakukan penarikan di tahun pertama; sementara selanjutnya akan diizinkan penarikan maksimal 50%.
- Bukti Pendapatan Asing – Pendaftar wajib melampirkan bukti pendapatan di luar negeri (offshore) setidaknya RM 40,000 (IDR 130 juta) per bulan atau RM 480,000 (IDR 1,55 miliar) per tahun.
- Surat Berperilaku Baik (Letter of Good Conduct) – Pendaftar wajib menyediakan Surat Berperilaku Baik dari pihak berwenang di negara yang mereka tinggali saat ini.
- Medis – Seluruh pendaftar dan penanggung wajib menyerahkan laporan medis dari rumah sakit swasta atau klinik yang teregistrasi di Malaysia, serta bukti valid perlindungan asuransi medis.
- Biaya Pendaftaran – Pendaftar wajib untuk membayar satu kali biaya pendaftaran sebesar RM 200,000 (IDR 645 juta); dan satu kali pembayaran biaya pendaftaran yang akan dipungut dari tiap penanggung sebesar RM 100,000 (IDR 322 juta).
Melihat sedikit ke dalam iklim investasi dalam negeri, tercatat bahwa investor pasar modal sepanjang 2022 menembus angka 10,31 juta orang. Angka tersebut adalah peningkatan sebesar 37,68% dibandingkan periode 2021 yang sebesar 7,49 juta investor (Kustodian Sentral Efek Indonesia, 2022). Sedangkan jika melirik realisasi investasi penanaman modal dalam negeri, terjadi peningkatan juga dari yang sebelumnya Rp 447 miliar rupiah di tahun 2021 menjadi Rp 552 miliar di tahun 2022 (BPS, 2022). Sementara ini banyak investasi dalam negeri terpusat di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera dengan sektor ekonomi hotel & restoran sebagai penyumbang sebesar 3,9% dari total realisasi. Kementerian Investasi/BKPM (2023) melaporkan realisasi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia sebesar US$ 45,6 miliar atau Rp 654,4 triliun pada tahun 2022. Sebuah peningkatan sebesar 44,2% jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang sebanyak US$ 31,09 miliar.
Peningkatan Investasi dalam Negeri dan Realisasi PMA
Realisasi PMA berkontribusi 54,2% dari total investasi ke dalam negeri, yakni sebesar Rp 1.207,2 triliun. Hal tersebut lebih tinggi jika melihat realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang sebesar Rp 552,8 triliun atau 45,8% dari total investasi dalam negeri. Berdasarkan negara asalnya, realisasi PMA terbesar dipegang oleh Singapura, diikuti oleh Tiongkok, Hong Kong, Jepang, dan Malaysia. Melihat lebih spesifik, sektor ekonomi hotel & restoran hanya menyumbang 1,1% dari total realisasi PMA.
Secara umum, iklim investasi di Indonesia dapat terbilang terlampau positif jika melihat PMDN dan PMA. Tapi jika menyelam lebih dalam ke sektor ekonomi yang diinvestasikan, pariwisata yang sementara ini hanya di-cover oleh hotel & restoran dapat dikatakan minim investasi, namun dengan batasan bahwa pariwisata adalah industri yang multi sektor dan singgungan antar sektor lain sangat erat kaitannya. Pertanyaan selanjutnya adalah, “Ke mana arah investasi para orang asing pengguna golden visa untuk tinggal di Indonesia?” atau “Ke destinasi manakah para wisatawan golden visa ini akan berkunjung?”
Realisasi PMA sepanjang tahun 2022 banyak masuk di sektor logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya, kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan juga sektor kimia dan farmasi. Ada pula yang ke sektor transportasi, gudang, dan komunikasi. Tak bisa dipungkiri bahwa rencana golden visa oleh pemerintah bertujuan untuk menarik orang asing sebagai wisatawan yang berkualitas, yang dilihat dari sisi pengeluaran dan lama tinggal yang berkontribusi terhadap sosial-ekonomi, budaya, dan lingkungan lokal. Dari sisi investor, golden visa dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan menarik human capital yang bernilai.
Kritik dan Resiko Terkait Implementasi Golden Visa di Indonesia
Tapi mari melihat kritik seputar golden visa yang potensial terjadi, seperti resiko “cuci uang” atau money laundering, memperburuk ketidaksetaraan kekayaan, hingga memfasilitasi korupsi. Beberapa juga ragu jika golden visa dapat menyakiti masyarakat lokal dengan menaikkan harga rumah dan mengganti kependudukan masyarakat dari daerah asli. Pada akhirnya, kritik mengarah pada kurangnya transparansi dan kelalaian di program ini, begitu juga dengan potensi resiko keamanan yang diasosiasikan dengan memberi kependudukan kepada individu tanpa melihat latar belakangnya (Get Golden Visa, 2023). Pembatalan dan pembatalan sebagian dari program golden visa terjadi di negara-negara Uni Eropa, seperti Spanyol, Portugal, Irlandia, hingga Yunani dengan cara pembatalan secara total atau menambah dua kali lipat jumlah minimum investasi yang dibutuhkan.
Forbes (2023) dalam artikel berjudul “Spain’s Golden Visa Dilemma: End the Program or Double the Minimum Investment To €1 Million?” yang mengutip beberapa wawancara mengatakan bahwa golden visa secara brutal meningkatkan harga rumah dan memaksa masyarakat lokal keluar dari daerah asalnya tanpa menciptakan lapangan pekerjaan baru. Lalu, golden visa dikatakan berbahaya karena terdapat resiko keamanan seperti cuci uang, menghindari pajak, membiayai aksi terorisme, korupsi dan infiltrasi oleh kejahatan terorganisasi, serta tidak demokratis karena dapat memonopoli aktivitas seperti membeli properti dalam porsi besar, monopoli visa untuk transaksi investasi, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, Indonesia benar-benar harus berhati-hati dalam mengimplementasikan golden visa dan wajib mempertimbangkan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi, menelaah kebijakan visa yang sebelumnya sudah diimplementasikan. Jika di negara-negara maju di Eropa mengalami permasalahan tersebut, bukan tidak mungkin Indonesia yang masih negara berkembang akan menemui masalah yang lebih dalam.
By: Rega Aldiaz Wahyundi, Junior Analyst Wise Steps Consulting